Ternyata banyak kiai Nahdlatul Ulama (NU) yang tak setuju dengan istilah Islam Nusantara menjadi tema utama Muktamar NU ke-33 di alun-alun Jombang. Menurut mereka, istilah Islam Nusantara mempersempit ruang lingkup Islam dan cenderung eksklusif. Alasannya karena NU tidak hanya untuk dan berkembang di Indonesia saja, melainkan juga di luar.
”Padahal NU sendiri tidak hanya di Indonesia tapi juga berkembang di luar negeri. Bagaimana dengan teman teman NU yang berada di Singapura, Malaysia dan sebagainya,” kata KH Misbahussalam, Wakil Ketua Pengurus
Cabang Nahdjatul Ulama (PCNU) Kabupaten Jember, beberapa waktu lalu seperti yang dikutip NUGarisLurus.com.
Cabang Nahdjatul Ulama (PCNU) Kabupaten Jember, beberapa waktu lalu seperti yang dikutip NUGarisLurus.com.
Bahkan, menurut Misbah, ada dugaan disosialisasikannya Islam Nusantara untuk mengakomodasi ajaran Syiah, Islam Liberal, Wahabi dan idelogi lain yang bertentangan dengan Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja).
Apalagi mulai muncul pendapat bahwa Syiah di Indonesia ada lebih dulu ketimbang Sunni. Artinya, Syiah harus diakomodasi oleh Islam Nusantara karena bagian dari khazanah atau kekayaan agama Nusantara.
Apalagi mulai muncul pendapat bahwa Syiah di Indonesia ada lebih dulu ketimbang Sunni. Artinya, Syiah harus diakomodasi oleh Islam Nusantara karena bagian dari khazanah atau kekayaan agama Nusantara.
Panitia Muktamar harus mengganti istilah Islam Nusantara dengan istilah yang tidak bertentangan dengan ideologi NU,” katanya.
Istilah Islam Nusantara juga tak punya sumber, baik dalam al Quran, hadits, ijma’ maupun qiyas. ”Justru banyak pihak baik di internal maupun eksternal NU menyerang NU karena persoalan istilah Islam Nusantara,” kata Kiai Muhyiddin.
KH. A Muhith Muzadi juga mengaku tak setuju dengan islah Islam Nusantara. Alasannya, Islam itu satu. Yaitu Islam yang sudah jelas ajarannya.
“Rumusan khittah itu sudah jelas dan itu adalah ideologi NU. Kalau Islam Nusantara pasti ada mafhum mukholafah. Berarti Islam non Nusantara,” kata kiai penggagas khittah NU 26 yang diratifikasi KH Ahmad Siddiq itu. (Robigusta Suryanto/voa-islam.com
Post A Comment:
0 comments: