Bak kelinci percobaan, umat Islam di Indonesia tampaknya tak pernah selesai diuji dengan wacana-wacana baru. Meskipun ide dasarnya merupakan pengulangan dari wacana yang telah usang, namun ide ini terus dikampanyekan secara massif. Kini, ide itu bernama Islam Nusantara.

Hanya saja kali ini, wacana Islam Nusantara dipikulkan kepada ormas Islam yang memiliki pengaruh cukup luas di tengah masyarakat Indonesia. Tak ketinggalan para pejabat terkait urusan agama hingga Presiden turut meramaikannya.

Kiblat.net berupaya mengumpulkan pendapat para tokoh terkait ide Islam Nusantara. Salah satunya adalah aktivis muda Muhammadiyah, Mustofa Nahrawardaya. Berikut petikan wawancara Kiblat.net pada Rabu, (17/06) di bilangan Jakarta.

Akhir-akhir ini kita melihat media-media dan di beberapa kampus mulai sering digelorakan kampanye Islam Nusantara apakah memang ada agenda terselubung atau memang sekadar kebetulan saja?

Jadi ini adalah bagian dari upaya untuk membangun opini terkait dengan upaya-upaya seluruh dunia untuk menjauhi Islam, yang seolah-olah Islam itu digambarkan seperti yang terjadi di Timur tengah. Yaitu dengan membentuk seolah-olah ini (Islam Nusantara, red) adalah sebuah solusi Islam yang tepat, tidak seperti yang ada di Timur tengah.

Kalau di Indonesia namanya sekarang diusulkan Islam Nusantara. seolah-olah ide ini solusi yang terbaik bagi Islam seluruh dunia. Disuruh menyontoh, ini lho Islam nusantara. Dugaan saya mereka inginnya seperti itu. Jadi kalau mau mencontoh Islam yang baik, itu adalah Islam nusantara yang ada di Indonesia, itu secara umum.

Tapi secara khusus, ini kan ada huruf ‘nu’. Itu di pas-paskan. Kan bisa saja Islam Indonesia juga bisa. Kenapa tidak Islam Indonesia? Kenapa Islam Nusantara, karena di situ inisiatornya adalah berasal dari organisasi yang ada huruf ‘nu’, maka dinamakanlah Islam Nusantara.

Lazimnya, kalau tidak mau dikait-kaitkan dengan nama organisasi tentu lebih tepat adalah Islam Indonesia. kan begitu, jadi bukan Islam Nusantara lagi.

Kalau boleh berkelakar, apa usulan Anda?

Kalau saya boleh usul, misalkan saya dimintai pertimbangan lebih bagus nama apa, saya usulkan Islam Indonesia. Itu pun kalau saya setuju. Persoalannya kan saya tidak setuju. Saya tidak setuju pembentukan Islam Nusantara karena prinsip Islam itu adalah Islamlah yang mewarnai Indonesia atau mewarnai nusantara, bukan kebalikannya nusantara yang mewarnai Islam.

Apa perbedaannya?

Berbeda dong. ini seperti spare part mobil. kita kalu butuh spare part Honda ya kita ke Jepang. Kita butuh spare part VW kita ke Jerman. Kita butuh spare part GMC kita ke Amerika, dan seterusnya. Itu adalah model-modelnya. Jadi kita itu memiliki acuan-acuan, sumber-sumber. Yang namanya agama Islam itu lahir di Arab untuk seluruh dunia, rahmatan lil ‘alamin.

Kalau begitu, Islam Nusantara itu tidak bisa rahmatan lil alamin karena orang harus meniru cara Indonesia, seperti orang Indonesia. Mestinya Islam di Indonesia pun cocok untuk Islam yang lain, namanya universal kan.

Dengan demikian ini kan terkesan mengkotak-kotakkan, bahwa Islam itu tidak sama di seluruh dunia. Padahal nilai-nilai Islam dengan perilaku itu berbeda. Misalkan perilaku orang Islam di suatu negara.

Ini perilaku ya, berbeda dengan nilai. Nilai itu harusnya sama. Kita tidak boleh kemudian membohongi diri sendiri, seolah-olah kita itu menyesal telah memiliki agama bernama Islam, kemudian tidak cocok dengan kultur orang Indonesia. Kita tidak boleh seperti itu.

Faktanya adalah Islam terlahir di sana, tetapi untuk seluruh alam, rahmatan lil alamin, untuk semua manusia generasi mana pun. Islam adalah agama terakhir dan sudah ditulis dalam nash sebagai yang paling sempurna, tidak ada yang lebih sempurna dari itu. Itu yang pertama.

Yang kedua, tentu ide ini sangat janggal karena saya lihat pengusung ide Islam Nusantara itu justru dari orang yang memiliki kelompok yang memelihara “tradisi Arab”. yang suka bershalawatan rame-rame.

Itu bukan tradisi Islam Indonesia?

Bukan tradisi kita lah. Yang suka berzikir ramai-ramai, istighosah.. Lho ini mereka meniru gaya-gaya mana coba? Bahasanya, hurufnya, ini kan dari Al-Quran yang lahir di Arab. Kenapa zikirnya istighosahnya atau salawatannya tidak pakai bahasa Jawa? Ini kan berasal dari kelompok yang justru memelihara tradisi atau kebiasaan Arab, kemudian malah mengusulkan Islam yang hanya cocok untuk Indonesia. Tentu ini berbenturan.

Menurut saya ini tidak cocok dan janggal, jangan-jangan usulan ini adalah hanya untuk menggalang opini akan adanya even-even besar yang mereka miliki.

Ada indikasi ke arah situ?

Namanya penggalangan opini. Manajemen isu itu adalah sesuatu yang lazim dalam even-even tertentu yang dimiliki oleh organisasi. misalkan organisasi A mau mengadakan Munas, maka supaya masyarakat ikut terlibat secara emosional dengan Munas itu dibikinlah teaser-teaser, tahapan-tahapan opini, isu-isu supaya masyarakat ikut terlibat di dalam keinginan, visi misi tertentu. Nah tentu ini adalah sebagai bagian opini manajemen isu.

Jadi karena ini bertolak belakang dengan kultur lingkungan mereka, golongan mereka yang sesungguhnya memelihara tradisi-tradisi Arabic, ini tentu tidak pas, tidak klop. Mestinya yang mengusung Islam Nusantara itu adalah kelompok yang minim sekali mereka memelihara tradisi-tradisi kearaban.

Ada yang mengatakan konsep Islam Nusantara ini untuk melawan Arabisasi yang seolah-olah digembar-gemborkan sebagai ideologi transnasional?

Untuk level besarnya begini, nanti ide Islam Nusantara ini akan berbahaya misalkan nanti ada Islam Nusantara, ada Islam Malaysia, ada Islam Brunei, itu yang besar, makronya.

Yang lebih rumit lagi, ada Islam Medan, Islam Surabaya, Islam Jogja, Islam Kediri, Islam Madura. Lebih kecil lagi ada Islam Kecamatan A, kecamatan B. Lho ini kan ngeri paham yang seperti ini. Padahal Islam itu ya satu. Ini adalah prinsip. Islam itu satu.

Nah yang memungkinkan adalah mengIslamkan orang Jawa, mengIslamkan orang Medan, mengIslamkan orang Malaysia. Bukan sebaliknya memadurakan Islam, menjawakan Islam, memedankan Islam. Islam itu tidak bisa diubah. Islam itu sudah sangat sempurna, tidak mungkin dia diubah, dimodifikasi tidak mungkin.

Tapi soal perilaku beda lagi. Nilai-nilai Islam itu sama persis, tidak bisa diubah dan itu cocok dengan semua orang jika semua orang mengerti. Tapi persoalannya kan tidak semua orang paham. Nah, sekarang rahmatan lil alamin kadang-kadang disesatkan artinya.

Beberapa lembaga, misalkan saya lihat sekarang, BNPT misalkan atau pejabat-pejabat itu mengartikan rahmatan lilalaamin dalam perspektif yang sempit. Seolah-olah rahmatan lil alamin karena cocok untuk semua negara, kemudian setiap negara itu boleh memodifikasi Islam itu sendiri. Karena cocok kemudian boleh memodifikasi sendiri.

Ini seolah-olah Islam Indonesia itu ya seperti ini. Kalau pengajian pakai jilbab, kalau tidak pengajian perempuannya tidak usah pakai jilbab. Kemudian berbuat baik itu selama Ramadhan saja, kemudian situasi nuansa keIslaman itu kalau bulan-bulan yang suci saja atau hari-hari yang berkaitan dengan perayaan Islam saja, selain itu tidak perlu. Kita kembali ke budaya masing-masing.

Padahal, Islam datang itu kan untuk memperbaiki budaya seluruh dunia, bukan sebaliknya. jadi ketika Arab rusak, begitu ada Islam jadi baik. Indonesia mestinya sama, Indonesia rusak ada Islam jadi baik. Jangan dipelintir-pelintir dong, seolah-olah Islam tidak cocok. Indonesia jadi rusak karena Islam. Tidak begitu, ini manusianya.

Banyak sekali kadang dia beragama tapi tidak paham kitab sucinya, sehingga nilai yang diangkat adalah bukan nilai agama itu tapi nilai budaya yang dicampur dengan agamanya, lalu disebut abangan. Itu yang terjadi


Bak kelinci percobaan, umat Islam di Indonesia tampaknya tak pernah selesai diuji dengan wacana-wacana baru. Meskipun ide dasarnya merupakan pengulangan dari wacana yang telah usang, namun ide ini terus dikampanyekan secara massif. Kini, ide itu bernama Islam Nusantara.

Hanya saja kali ini, wacana Islam Nusantara dipikulkan kepada ormas Islam yang memiliki pengaruh cukup luas di tengah masyarakat Indonesia. Tak ketinggalan para pejabat terkait urusan agama hingga Presiden turut meramaikannya.

Kiblat.net berupaya mengumpulkan pendapat para tokoh terkait ide Islam Nusantara. Salah satunya adalah aktivis muda Muhammadiyah, Mustofa Nahrawardaya. Berikut petikan wawancara Kiblat.net pada Rabu, (17/06) di bilangan Jakarta. Simak wawancara sebelumnya..

Ada beberapa kelompok yang sepertinya menjadi penumpang gelap dalam isu ini karena ada arahan Islam Nusantara ini ya Islam yang bukan Arab. Apa tanggapan Anda?

Ya memang Islam itu bukan Arab, maksudnya Islam itu bukan orang Arab. Makanya saya bilang Islam itu satu, ya Islam. orang Arab itu perilaku, berbeda. Tapi lahirnya Islam itu ada di Arab. Jadi Islam itu bukan Islam Arab, bukan Islam Indonesia. Orang Arab yang non-muslim juga banyak. Jadi kalau ada yang bilang Islam Arab salah besar, Islam itu ya Islam.

Tapi perkara orang Arab berperilaku tidak Islam, karena ini perilaku, dan nilai-nilai Islam itu untuk seluruh dunia, tidak mungkin kemudian kita bilang IslamArab-Islam nonArab, tidak ada. Islam itu ya Islam.

Nah kemudian, kenapa orang liberal dan lain sebagainya ini seolah-olah menumpang, itu karena mereka ingin mencari solusi agar kepentingan semua agama itu tidak berbenturan. Maka dibuatkan sebuah tag line seolah-olah semua agama itu sama, jadi semua agama itu benar. Itu kan yang mau mereka bangun sehingga orang tidak berkelahi karena adanya agama-agama.

Yang tidak mereka ketahui adalah agama itu hanya satu dan itu yang terakhir dan pasti paling sempurna. Bagaikan pabrik mobil, pabrik yang paling baik itu pasti produksi terakhir yang paling baik karena dia paling sempurna belajar dari kesalahan produksi sebelumnya. Ini sama dengan agama juga, Islam adalah terakhir, nabinya terakhir dan tidak ada yang berdiri setelah itu, tidak ada nabi setelahnya. Laa nabiyya ba’dah. Jadi setelah itu tidak ada lagi. Tidak ada agama baru, agama Islam terakhir nabinya terakhir, semua harus taat pada agama ini.

Karena tidak taat, tidak mengerti tentang agama ini maka dia mencoba untuk membangun kembali seolah-olah agama yang lampau, agama yang sudah diubah-ubah olah manusia itu seolah-olah agama yang masih benar. Padahal agama istilah ahli kitab dan sebagainya sudah tidak ada lagi. Agama nasrani, kristen katolik, konghucu ini adalah agama bikinan manusia, berdasarkan pernah ada kitab suci yang dia pegang tapi dia ubah-ubah sesuai zaman.

Maka tidak ada kitab suci yang lebih sempurna dari Al-Quran, yang bisa menjawab semua tantangan kecuali Al-Quran. Kalau anda mempelajari Al-Quran, tidak akan anda temui kedetailan Al-Quran itu dibanding kitab suci yang lain. Karena memang Al-Quran jadi kitab yang terakhir.

Kaum liberal ini mungkin saja diuntungkan dengan ide ini, tapi dalam prisip Islam ini tentu tidak benar. Karena mereka, saya yakin tidak memahami Al-Quran apa yang dimaksud dengan firman Allah SWT bahwa Islam sempurna, dan tidak ada yang lebih dari Islam dan tidak ada agama setelahnya, tidak ada nabi setelah muhammad, tidak da lagi yang lebih sempurna dari muhammad akhirnya kita harus percaya dan yakin bahwa satu-satunya agama yang benar adalah Islam.

Dahulu pernah ada istilah serupa dengan Islam Nusantara, yaitu Aktualisasi Al-Quran, bagaimana prediksi anda bisakah ide Islam Nusantara ini diterima oleh masyarakat?

Jadi ide itu boleh banyak, orang boleh membuat ide-ide baru. Tapi saya yakin tidak akan bertahan lama. Setiap zaman itu pasti ada orang yang memiliki ide-ide miring. Ide yang tidak sama. Seolah-olah unik, mereka pasti akan merasa seolah-olah ini ide baru. Tapi tidak akan pernah awet dan tidak akan pernah diterima masyarakat karena akhirnya masyarakat akan belajar dari kesalahan.

Misalkan kelompoknya Ulil mau berusaha kenapa kelompoknya itu-itu saja. Tidak berubah dan orangnya itu-itu saja. Masyarakat biasanya akan menolak setelah sadar.

Dan generasi antar generasi itu semuanya tidak mungkin akan mengikuti jalan yang sama. Misalnya begini, sekarang mungkin orang dalam satu keluarga anaknya tergoda dengan ide liberalisme, tapi nanti saat keluarga itu semuanya tentu tidak akan mengikuti dia. Dia akan belajar dari kesalahan-kesalahan saudaranya, akan seperti itu.

Begitu juga dengan kelompok-kelompok, mungkin ada kelompok yang mendukung liberalisme agama dan ormas tertentu yang seolah-olah mendukung ide-ide liberalisme agama. Tapi suatu saat generasi berikutnya dia akan memperbaiki. Secara organisasi ya, saya yakin (ide Islam Nusantara, red) ini pendapat pribadi, yang karena pribadi itu memiliki jabatan penting di situ, seolah-olah pendapat organisasi. Saya pikir tidak.

Menurut Anda ini pendapat pribadi yang dianggap sebagai pandangan organisasi?

Jadi bedakan antara pendapat pribadi dalam organisasi sebesar itu, dengan pendapat organisasi. Pendapat organisasi itu ditentukan oleh pleno, diputuskan dalam muktamar misalnya.

Ini hanya pendapat pribadi, kalau dalam organisasi misalnya Muhammadiyah, jarang sekali ada pendapat-pendapat yang kemudian rancu. Ini kan rancu sekali antara pendapat pribadi seorang ketua umum dengan lembaga yang dipimpinnya. Kalau sampai pendapat organisasi, korporasi, organisasi tertentu, tentu ini fatal. Karena masa sih pengurus yang segitu banyak mengelola organisasi Islam sebesar itu terjadi kesalahan kolektif. Tidak mungkin.

Saya pikir ini pendapat pribadi seseorang yang secara sadar memanfaatkan saja. Bukan menunggangi ya, tapi tadi dalam rangka penggalangan opini untuk tujuan-tujuan tertentu jangka pendek.  Anda tahulah untuk kepentingan apa. Mereka memiliki kegiatan terbesar apa dalam tahun ini, kita akan tahu lah. Jadi penggalangan opini untuk teasure pemanasan, nanti hilang juga itu. Tidak mungkin akan berlangsung lama, tidak akan permanen.

Artinya kita tidak perlu terlalu reaktif menanggapi wacana ini?

Tidak perlu, anggap saja itu angin lalu. Masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Tidak perlu dianggap serius-serius karena biasanya dari kelompok-kelompok itu pula yang sering mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang nyeleneh. Jadi ini dedengkotnya sudah tidak ada, sudah meninggal, tapi muridnya masih banyak.

Saya tidak perlu menyebut namanya. Ada yang jadi menteri ngomongnya juga ikut nyeleneh, ada yang jadi pengurus organisasi tertentu ngomongnya nyeleneh. Inilah murid-murid bekas dedengkot-dedengkot yang sudah meninggal pada waktu sebelumnya, tapi muridnya ini belum bisa move on. Jadi mereka masih ikut sesat-sesat sedikit, tapi suatu saat generasi berikutnya akan memperbaiki, itu yang akan terjadi.

Sejak dulu ada tokoh yang nyeleneh kemudian mati, muncul generasi berikutnya memperbaiki. Akan begitu terus. Dan inilah ibrohnya, kita bisa mengambil pelajaran. Kalau tidak ada begitu kita tidak akan mengerti.

Jadi Islam Nusantara ini muncul supaya kita tahu seperti apa Islam yang benar.
Axact

Axact

Vestibulum bibendum felis sit amet dolor auctor molestie. In dignissim eget nibh id dapibus. Fusce et suscipit orci. Aliquam sit amet urna lorem. Duis eu imperdiet nunc, non imperdiet libero.

Post A Comment:

0 comments: